Beranda Nasional OPINI : Tantangan Politik Barito Selatan dan Pilihan Kepemimpinan Alternatif

OPINI : Tantangan Politik Barito Selatan dan Pilihan Kepemimpinan Alternatif

132
0
Kadarisman Pemerhati Politik Banua Tinggal di Kalsel. (Ist)

Oleh: Kadarisman Pemerhati Politik Banua Tinggal di Kalsel

ZONAKALTENG- Kemajuan masyarakat di suatu daerah atau bangsa tidak dapat dilepaskan dari tingkat kesadaran politik masyarakat itu sendiri.

Semakin sadar masyarakat akan arti penting politik, maka semakin cerdas kemampuannya dalam mengontribusikan partisipasi politiknya.

Masyarakat sebagai pemilik kedaulatan selama ini dibiarkan tidak kuasa menentukan pilihannya secara cerdas.

Ketidaktahuan mereka pada hak daulat yang mereka miliki, membuat masyarakat menganggap suksesi politik tidak menjadi penting.

Keadaan itu dimanfaatkan oleh aktor politik dan aktor kekuasaan atau relasi antar aktor membuat proses politik di daerah tidak menimbulkan efek edukasi politik yang menumbuhkan bagi warga masyarakat.

Akhirnya masyarakat Barito Selatan akan dihadapkan pada pilihan kepemimpinan yang tidak variatif.

Keterbatasan figur dalam pilihan politik Barito Selatan bukan tanpa disadari publik. Harapan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dan bersama-sama  di Barito Selatan tak bisa dipupuskan.

Kesadaran itu tumbuh di kalangan masyarakat menengenah ke atas atas, bikrokrat dan pelaku usaha.

Mereka sejatinya memimpikan kepemimpinan yang lebih ideal agar mampu membawa pemerintahan dapat dijalankan dengan prinsip-prinsip good governance, terbebas dari kepentingan sempit sebab dari tagihan utang politik dan atau untuk mementingkan diri sendiri.

Tumbuhnya harapan untuk memperbaiki harapan bersama menjadi tantangan sosial politik di Barito Selatan sendiri menghadirkan pilihan-pilihan alternatif kepemimpinan masa mendatang.

Figur pemimpin yang memiliki jejak rekam idealisme, visi keadilan sosial dan kesejahteraan bersama yang telah merdeka dari mencari kaya di pemerintahan menjadi layak untuk dipinang.

Melalui partai politik publik dapat mengusulkan figur tertentu agar dijajakan dalam kontestasi pilkada 2024 mendatang.

Kontestasi perebutan kepemimpinan bupati atau presiden sekalipun tidak semata domain dan kekuasaan partai politik.

Masyarakat sebagai pemilik saham atas adanya negara dapat turut andil menentukan siapa yang diusulkan dan dinilai layak untuk menjalankan pemerintahan.

 

Figur Alternatif

Semakin banyak pilihan yang disajikan dalam kontestasi politik sejatinya semakin baik. Figur kepemimpinan  yang kuat tidak selalu muncul dari kader organik parpol.

Ada banyak contoh kepemimpinan bupati atau walikota atau gubernur justru lahir bukan dari kader partai politik.

Joko Widodo misalnya, sebelum menjadi kader PDIP, adalah seorang pengusaha yang tidak terlibat dalam politik praktis.

Namun ketika dipercaya dalam kontestasi politik di Solo tidak hanya meraih kemenangan tapi mampu mewujdukan perubahan lebih baik.

Jokowi adalah pengusaha jati yang betul-betul wong ndeso, apa adanya tetapi mampu berkhikmat sebagai Walikota Solo ketika itu.

Contoh kepemimpinan bukan kader partai juga terjadi di DKI Jakarta ketika Anies Baswedan yang berpasangan dengan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok).

Artinya siapapun figure alternatif di Barsel 2024 dari non kader parpol sangat terbuka diusung oleh koalisi partai politik.

Pilihan masyarakat barsel juga semakin dinamis. Mereka semakin realistis dan tidak lagi terjebak pada fanatisme partai politik tertentu.

Hal itu terbukti perolehan suara PDIP dan Golkar sebagai yang mendominasi perolehan kursi legislatif 2014 mengalami penurunan pada perolehan kursi legislatif di tahun 2019.

Tren penurunan itu diyakini akan masih terjadi di pemilu 2024 mendatang.

Dominasi PDIP di DPRD dengan 9 kursi pada 2014 -2019 tidak mampu mengantarkan Farid Yusran-Sukanto pada pilkada tahun 2017 sebagai pemenang.

Kader PDIP itu kalah dalam perolehan suara yang cukup jauh dari Edy Raya Samsuri-Satya Titiek Atyani Djoedir yang merupakan usungan Golkar yang hanya memiliki 4 kursi di DPRD saat itu.

Tren perubahan harapan publik terhadap kepemimpinan politik di Barsel terjadi sejak pemerintahan Bupati Farid Yusran tahun 2011-2016.

Farid Yusran gagal memperpanjang kekuasaannya mengikuti jejak pendahulunya Baharuddin H Lisa yang mampu menuntaskan dua kali masa periode sebagai bupati.

Tren ini juga akan menjadi karma kepada Edy Raya. Sekalipun Edy Raya adalah Bupati Barsel yang paling dekat dengan ingatan publik sebelum digantikan PJ Bupati Barsel.

Kejadian serupa Farid Yusran pada 2017 lalu tidak menutup kemungkinan akan terjadi. Pola perubahan harapan masyarakat atas kepemimpinan alternatif bisa mengubur harapan Edy Raya dan Farid Yusran.

Namun demikian, peluang keduanya tetap terbuka, bergantung siapa figure alternatif yang saat ini tereskalasi ke permukaan dan memiliki basis kuat secara kultural dan sosial  berada di pihaknya.

Itu menjadi jawaban siapa kelak yang memenangi pilkada Barsel 2024.

Persoalan selanjutnya, jika figure alternatif itu begitu kuat karena lahir dari kehendak publik, maka siapa yang potensi menjadi Barsel 1 dan siapa sudi sebagai  Barsel 2?.

Masyarakat Barsel punya hak untuk ambil bagian menentukan. Itu tantangannya!***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here